Review Novel: Misery


Penulis: Stephen King
Penerbit: Hodder and Stoughton
Tahun terbit: 1987
Jumlah halaman: 320
ISBN: 978 1 84894 0895
Bahasa: Inggris

She gave him a disturbing sense of solidity, as if she might not have any blood vessels or even internal organs; as if she might be only solid Annie Wilkes from side to side and top to bottom. He felt more and more convinced that her eyes, which appeared to move, were actually just painted on, and they moved no more than the eyes of portraits which appear to follow you to wherever you move in the room where they hang. It seemed to him that if he made the first two fingers of his hand into a V and attempted to poke them up her nostrils, they might go less than an eight of an inch before encountering (if slightly yielding) obstructions; that even her grey cardigan and frumpy house skirts and faded outside-work jeans were part of that solid fibrous unchannelled body.

Beberapa buku fiksi baru bisa diapresiasi ketika dibaca ulang lama kemudian. Buat saya, karya-karya Stephen King adalah contohnya. Ketika masih SMP atau SMA, saya selalu merasa bahasa King terlalu berbelit-belit, dan ketegangan ceritanya tidak terlalu "nendang" seperti berbagai novel thriller kejahatan yang saya baca. Bertahun-tahun kemudian, baru saya sadar bahwa itulah gaya menulis King: kengeriannya tidak menendang, tetapi meresap perlahan, dan menempel lama di otak bahkan setelah bukunya diselesaikan. Dia mampu menemukan keabsurdan dari hal-hal sepele yang biasanya tak kita pikirkan. Hal ini terlihat pada kisah-kisahnya yang bertempat di "dunia nyata", tanpa makhluk gaib atau aspek futuristik. Misery adalah salah satunya.

Dalam Misery, penulis Paul Sheldon mengalami kecelakaan ketika mengemudi di jalan bersalju. Dia ditolong oleh mantan perawat bernama Annie Wilkes, yang membawanya ke rumahnya dan membebat kakinya. Annie adalah fans berat Sheldon, dan dia menggemari seri roman karya Sheldon dengan tokoh utama gadis bernama Misery. Anne marah besar ketika melihat Sheldon membawa manuskrip buku baru yang bukan seri Misery di tasnya (Sheldon berniat lepas dari bayang-bayang novel Misery dengan menulis karya yang sama sekali berbeda), dan dia menyandera Sheldon serta menyiksanya sampai Sheldon mau menulis novel Misery berikutnya.

Bahkan tanpa membaca bukunya, Anda mungkin sudah tahu cerita Misery, atau mungkin sudah menonton filmnya (dengan Kathy Bates yang berperan gemilang sebagai Annie Wilkes). Tetapi, membaca novelnya memberi sensasi berbeda. Bukan hanya karena ada adegan-adegan yang berbeda dari filmnya (banyak bagian dalam novel jauh lebih brutal ketimbang film, terutama adegan pembunuhan polisi oleh Annie. I literally squirmed), tetapi karena novelnya memberi sudut pandang sedikit berbeda dari novel.

Salah satu ciri khas tulisan Stephen King adalah deskripsi stream of thoughts. King kerap menuliskan arus berpikir suatu karakter dengan cara alami, alias tidak selalu koheren, karena pikiran kita berkembang dengan cara random dan bercabang-cabang, bukannya tersusun rapi dalam satu jalur yang kaku. Hal ini terutama nampak dari "monolog" benak Sheldon selama dia terpenjara di rumah Annie, dengan kondisi kesakitan karena Annie terkadang sengaja menyiksanya dengan tidak memberi pil penahan sakit. Arus pikirannya digambarkan dengan kalimat-kalimat yang kerap tidak memiliki koma di tempat "yang tepat", tanpa tanda petik, dan melompat-lompat.

Keunikan novel ini adalah penggambaran yang sabar tetapi akurat tentang "kebosanan" dalam penyanderaan Sheldon di rumah Annie. Fiksi horor yang menceritakan tentang penyekapan sesosok karakter oleh karakter lainnya kerap hanya berfokus pada adegan-adegan "istimewa" (dalam hal ini biasanya berarti adegan genting), tetapi jika penyekapan itu berlangsung lama, pasti ada saat-saat dimana kebosanan melanda. Seperti adegan pembuka di sekuel remake The Hills Have Eyes, ketika seorang karakter perempuan digambarkan dikurung lama di sarang para mutan sampai kuku jari-jari kakinya memanjang liar. Adegan itu dimaksudkan sebagai momen kemunculan pertama si monster mutan, tetapi satu-satunya yang saya pikirkan adalah: "Hal-hal random apa yang muncul di benak cewek ini ketika dia terperangkap di ruang kecil yang gelap dalam waktu lama, jauh dari segala kenyamanan hidup yang dikenalnya sebelumnya?" Itulah yang digambarkan King, tapi untungnya, dia tahu cara mengolahnya sehingga pembaca tidak bosan.

King juga pandai merangkai kesadisan dalam berbagai adegan penyiksaan dan pembunuhan, tanpa menggunakan kalimat klise. Saya sama-sama menyukai versi novel dan film Misery, tetapi salah satu perbedaan mendasar dari keduanya adalah perbedaan adegan. Film memang memberi perwujudan dari teks, tetapi unsur-unsur sadis dan kejam dalam film Misery sebenarnya sudah dijinakkan. Trust me, the book is way more graphic, terutama setiap kali hal itu menyangkut Annie.

Bicara soal karakter, King mengakui bahwa novel ini sebenarnya adalah perwujudan frustrasinya akan sambutan pembaca saat dia merilis novel The Eyes of the Dragon (1984). Tidak seperti novel horor, misteri, dan dark fantasy yang menjadi ciri khasnya, The Eyes of the Dragon adalah murni fantasi epik. Fans bukan protes karena bukunya jelek, tetapi karena mereka tidak ingin King keluar dari pakem menulisnya (yang mana itu sebenarnya hak artistiknya King sebagai penulis). Dalam Misery, Paul Sheldon beberapa kali menggambarkan dirinya merasa "terperangkap" oleh seri novel Misery, dan disiksa oleh Annie ketika manuskrip novel barunya ditemukan. Hal ini mungkin perwujudan hiperbolis dari apa yang dirasakan King. Dengan kata lain, para pembaca yang protes ditempatkan di dalam posisi karakter sadis macam Annie. So subtle, mate.

King menggambarkan Annie sebagai karakter yang membuat Sheldon (dan pembaca) terjebak dalam "permainan tebak-tebakan" setiap saat. Menurut psikolog forensik Reid Meloy, yang diwawancarai dalam fitur spesial DVD film Misery edisi koleksi yang rilis tahun 2007, Annie menunjukkan sifat-sifat khas penderita gangguan bipolar, gangguan kepribadian dengan ciri schizoid dan obsesif-kompulsif, serta kecenderungan terhadap sadomasokisme. Annie mungkin membawakan makanan dan minuman dengan perilaku ceria, tetapi salah bicara sedikit saja, dan tiba-tiba dia akan mengamuk atau memaksamu melakukan hal-hal mengerikan (misalnya minum obat sambil digelontor air bekas mengepel lantai). Ketegangan ini kadang digambarkan dalam monolog internal Sheldon, membuat kita ikut cemas tentang apa yang akan terjadi berikutnya setiap kali Sheldon "salah berkomentar".

Saya jadi ingat kata-kata salah satu teman di Facebook dan komunitas, seorang penulis, editor, dan penerjemah novel. Beliau bilang: "Hati-hati kalau bergaul sama penulis. Mungkin suatu hari nanti akan ada sesuatu dalam dirimu yang dijadikan inspirasi menulis". Nah, jika penulis novel itu adalah King yang menjadikan Anda Annie Wilkes-nya, apakah Anda akan menolak? 

Komentar

Postingan Populer